Monday, February 27, 2012

Trip Hemat Tengah Kota


Ingin sejenak jalan-jalan di tengah kesibukan? Mau berwisata tanpa membuat pengeluaran membengkak? Berkunjung ke museum bisa menjadi salah satu pilihan, seperti yang saya dan Luki lakukan beberapa waktu lalu. Kami memang suka berkunjung ke berbagai museum, jalan-jalan sekaligus menambah pengetahuan :D Kali ini pilihan kami jatuh pada tiga museum di daerah Puro Pakualaman.

Museum Puro Pakualaman
Tujuan pertama kami adalah Museum Puro Pakualaman. Museum ini terletak di dalam Puro Pakualaman. Dari gapura masuk Puro, kita akan langsung melihat papan penunjuk menuju museum ini. Tidak ada tiket masuk untuk mengunjungi museum Puro Pakualaman, cukup memberikan sumbangan seikhlasnya. Selanjutnya kita akan diminta mengisi buku tamu dan langsung menjelajah museum ini. Sewaktu berkunjung ke sana, saya dan Luki ditemani oleh bapak penjaga museum ini. Bapak tersebut (sayang saya lupa menanyakan namanya) menjelaskan berbagai koleksi yang ada di Museum Puro Pakualaman. Beberapa koleksinya adalah foto-foto keraton, alat masak yang biasa digunakan di keraton, senjata para prajurit keraton, dan baju-baju yang digunakan oleh prajurit keraton maupun pangeran. Koleksi lain yang ada di museum ini yaitu lima kereta kencana, empat di antaranya hingga kini masih digunakan jika ada upacara khusus. Koleksi-koleksi di museum ini cukup menarik. Sayangnya, tak banyak masyarakat yang berkunjung ke museum ini. Terlihat dari buku tamu justru pengunjung yang banyak datang ke museum ini adalah wisatawan mancanegara.




Setelah menjelajahi isi museum, saya dan Luki berkeliling sebentar di sekitar Puro. Namun, kita hanya boleh berkeliling di luar pagar. Area-area lain seperti pendopo dan ruangan tertutup untuk umum. Puas berkeliling, kami pun menuju ke museum kedua.

Museum Biologi UGM
Jarak Museum Puro Pakualaman dan Biologi cukup dekat. Jadi, saya dan Luki memutuskan untuk jalan kaki saja, sambil berperan menjadi turis di kota sendiri :p Berbeda dengan Museum Puro Pakualaman, di Museum Biologi kita dikenai tiket masuk. Untuk pelajar/mahasiswa tiket masuk museum ini adalah Rp 3.000,00, umum Rp 5.000,00 dan Rp 10.000,00 untuk wisatawan. Beruntung saya dan Luki masih berstatus mahasiswa jadi kami cukup bayar Rp 3.000,00.

Sesuai namanya, koleksi di museum ini yaitu berbagai flora maupun fauna, terutama yang terdapat di Indonesia. Rempah-rempah, buah, dan berbagai tanaman lain yang telah diawetkan ada museum ini. Begitu pula dengan koleksi fauna yang diawetkan. Mulai dari ikan, burung, ular, dan mamalia ada di museum ini. Oya, ini saya tuliskan jam buka Museum Biologi, siapa tahu ada yang berminat
Senin-Kamis           Jam 07.30-13.30 WIB
Jumat                    Jam 07.30-11.00 WIB
Sabtu                     Jam 07.30-12.00 WIB
Minggu                   Jam 08.00-12.00 WIB

Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman
Selesai berkeliling Museum Biologi, kami lanjut ke Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman. Lagi-lagi cukup berjalan kaki karena jaraknya lumayan dekat. Sampai di sana kami langsung mendapat kabar gembira karena ternyata untuk masuk museum ini tidak ada tiket masuk alias gratis. Saya dan Luki pun segera bergegas untuk menjelajahi isi museum yang lumayan besar ini.

Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman ini dulunya adalah kediaman Jenderal Sudirman. Arsitekturnya khas seperti bangunan pada masa Belanda, dengan pintu dan jendela yang besar. Ada 14 ruangan di museum ini, seperti ruang tamu, ruang santai, ruang kerja, ruang diorama, dan ruang koleksi kendaraan. Banyak koleksi di museum ini yang asli (bukan replika) dari masa Jenderal Sudirman berjuang. Salah satu yang menarik adalah tandu yang digunakan oleh Jenderal Sudirman ketika memimpin perang gerilya sewaktu beliau sakit. Berbagai foto-foto dan surat Presiden Soekarno kepada Jenderal Sudirman juga bisa kita lihat di salah satu ruangan. Overall, museum ini cocok dijadikan pilihan tempat wisata sejarah.



Puas melihat koleksi di Museum Sasmitaloka, kami pun kembali ke Puro Pakualaman karena motor diparkir di sana. Sebelum pulang, kami menyempatkan makan siang di depan Puro. Satu porsi soto ayam + es jeruk bisa didapat dengan harga Rp 8.000,00. Wah, hematnya jalan-jalan kami kali ini. Dengan uang kurang lebih Rp 15.000,00 saja sudah bisa mengunjungi tiga obyek wisata, perut pun kenyang. Wanna try? Can’t wait for the next ‘jelajah museum’  \:D/

Saturday, February 25, 2012

Menjelajahi Sejuknya Karanganyar

Saya suka jalan-jalan, suka sekali. Saya suka datang ke tempat-tempat baru dan melihat suasana disana. Karena hobi ini, saya pun merelakan diri menjadi ‘penyusup’ di kelompok KKN teman saya, Luki, yang ingin berkunjung ke tempat KKN-nya. Bersama Luki dan teman-teman lain, Selasa (21/02) saya pun berangkat menuju Desa Cetho yang terletak di Kabupaten Karanganyar.


Desa Cetho berada di kaki Gunung Lawu dengan mayoritas penduduk beragama Hindu. Di desa ini terdapat pula candi dengan nama yang sama, yakni Candi Cetho. Kami berkunjung ke desa ini ketika warga sedang mengadakan Bersih Desa. Sudah tradisi di sana, setiap penyelenggaraan Bersih Desa akan diadakan pagelaran wayang semalam suntuk.
Kami sampai di Cetho ketika matahari sudah terbenam. Setelah beristirahat sebentar, kami segera menuju tempat pagelaran wayang yang tak jauh dari rumah kami menginap. Cukup lama menunggu, akhirnya pagelaran wayang dimulai. Meski tak mengerti keseluruhan jalan cerita dan berkali-kali mengantuk di tengah pertunjukan, saya cukup menikmati pagelaran wayang ini. Hujan turun sangat deras di tengah-tengah pertunjukan, tapi warga tetap antusias menyaksikan pagelaran wayang yang dibawakan oleh dalang asal Sragen tersebut. Karena hari sudah larut malam, akhirnya sekitar pukul 01.30 WIB saya dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke rumah dan beristirahat.

Dalam perjalanan menuju rumah inilah saya menemukan satu hal yang sangat menarik di Cetho. Hujan sudah berhenti saat itu, bintang-bintang bersinar sangat terang karena keadaan sangat gelap. Rasanya seperti berjalan dipayungi bintang yang tak ada habis-habisnya. Tak berhenti di situ saja,kami pun disuguhi pemandangan lampu-lampu dari kota yang sudah tertidur lelap, jauh di bawah desa ini. Ribuan lampu seakan berkompromi dengan bintang-bintang yang ada. Tak mau berebut sinar, tapi bekerja sama untuk menghasilkan pemandangan yang menakjubkan. Sungguh pemandangan yang jarang ditemui di kota yang telah hiruk pikuk oleh penerangan.

Esoknya, kami mengunjungi Candi Cetho. Candi ini terletak di bagian paling atas dari Desa Cetho. Candi yang berlatarbelakang agama Hindu ini masih diselimuti kabut pagi itu. Candi ini terbagi dalam beberapa tingkatan, di salah satu tingkat kita akan menemui arca lingga yoni dan kura-kura yang cukup besar. Namun, tingkat paling atas tertutup untuk umum. Setelah berkeliling sebentar, kami pun melanjutkan perjalanan ke sisi lain dari candi ini, yaitu Puri Saraswati. Beberapa bagian yang ada di puri ini adalah Puri Taman Saraswati dan Sendang Pundi Sari. Baik Candi Cetho maupun Puri Saraswati akan menjadi tempat yang cocok bagi siapapun penikmat wisata candi.

Candi Cetho berselimut kabut


Perkebunan sayur di sekitar Cetho
Selesai mengunjungi kedua situs itu, kami pun bersiap-siap pulang. Namun, wisata kali ini belum selesai. Dalam perjalanan pulang kami singgah ke Air Terjun Parang Ijo yang terletak tak terlalu jauh dari Desa Cetho. Untuk menikmati segarnya air di Parang Ijo, kita cukup membayar Rp 2.500,00. Air terjunnya memang tidak terlalu besar, tapi tempat ini cocok kalau kita ingin sejenak refreshing bersama keluarga ataupun sahabat. Selain udaranya yang sejuk, untuk mencapai air terjun ini pun cukup mudah karena jarak dari tempat parkir ke air terjun cukup dekat. Ditambah lagi sudah ada jalan setapak yang memudahkan kita berjalan. Setelah puas menikmati pemandangan dan bermain air, akhirnya kami benar-benar memulai perjalanan pulang.  Jika ada yang tertarik datang ke tempat-tempat ini, pastikan kendaraan kita dalam kondisi prima, karena akan melewati jalan naik turun khas kaki gunung. Selain itu, siapkan pula baju hangat untuk menyambut udara dingin di tempat ini.
Air Terjun Parang Ijo
Terima kasih teman-teman KKN Cetho: Luki, Asta, Galih, Dira, Icha, Dewi, Tiwi, dan calon penerus KKN Cetho: Adit. Terima kasih juga untuk teman-teman PWK yang turut menyemarakkan suasana. Sungguh wisata singkat yang menyenangkan. :)

Friday, February 24, 2012

Something New

Ingat gimana rasanya kalau kita punya sebuah barang baru? Sepatu, ponsel, kamera, apapun itu. Kita pakai barang itu hati-hati, kita jaga jangan sampai tergores. Tak jarang juga buru-buru kita bersihkan  kalau terlihat sedikit kotor. Ya, perhatian kita benar-benar tertuju ke barang-barang itu.

Begitu pula yang saya alami sekarang, blog baru. Sudah lama ingin mencoba menulis disini, dan sekarang waktunya untuk memulai! Masih harus banyak belajar, menata ini itu agar lebih oke. Blog lama saya tentu masih bisa dibaca, silakan bagi yang ingin berkunjung :D

Tak seperti perhatian pada barang yang sedikit demi sedikit berkurang, semoga blog ini tak hanya sebentar bersinar kemudian usang.

Bismillah, mari rajin menulis :)